PENGAWAL.ID | BELAWAN - Era globalisasi membuat perkembangan media online terus menanjak signifikan. Namun kemampuan para pekerja jurnalis tak sesuai dengan kemajuan jaman.
"Kemampuan secara intelektual awak media saat ini sangat diragukan. Bahkan maaf kata ada awak media yang belum bisa menulis sehingga menjadi polemik," ucap Kepala Bidang Diklat dan Pendidikan Aliansi Media Cyber Indonesia Nurdiansyah, Jumat (27/12/2024).
Lebih lanjut, bisa dikatakan bak jamur tumbuh di musim hujan, keberadaan wartawan Bodrex (gadungan) itu meresahkan berbagai instansi pemerintah maupun swasta di kawasan Medan Utara terkhusus di Hamparan Perak.
"Disebut-sebut wartawan Bodrex gemar mengancam nara sumber kalau tidak diberikan sejumlah amplop. Malahan sebelum tayang berita, mereka sangaja mengirim release berita agar terjadi tawar-menawar," jelas Nurdiansyah kembali.
Bukan itu saja, diketahui selain hanya memiliki kartu pers, wartawan Bodrex tak dibekali kemampuan intelektual dalam menulis dan tak mengetahui berbagai hal tentang ilmu pengetahuan.
"Wartawan diajarkan bagaimana berinteraksi dengan orang lain, adab serta sopan-santun dalam menghadapi narasumber. Bukan wartawan yang tampilannya urakan, dan sembrono," kata Nurdiansyah.
Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, tugas utama jurnalis adalah menyajikan informasi yang akurat, berimbang, dan tidak mengandung fitnah. UU Pers ini memberikan dasar hukum bagi jurnalis untuk melakukan pekerjaannya dengan kebebasan yang bertanggung jawab.
"Namun sebaliknya saat ini banyak wartawan yang memanfaat tugas pekerja jurnalistik ini hanya semata-mata untuk mencari keuntungan pribadi," singgung Nurdiansyah.
Wartawan Bodrex hadir dianggap meresahkan padahal wartawan sangat dibutuhkan sebagai sosial kontrol dalam kehidupan masyarakat.
"Biasanya ciri-ciri wartawan Bodrex lebih senang bila menghadiri kegiatan seremonial seperti acara sunatan massal, ulang tahunan serta bakti sosial bagi-bagi sembako," beber wartawan media online www.pengawal.id itu.
Seharusnya setiap perusahaan media harus menyeleksi para wartawannya dengan latar belakang pendidikan, kemampuan serta wawasan yang mumpuni.
"Jangan mempekerjakan wartawan yang tak diketahui asal-usulnya. Chek pendidikannya. Serta perhatikan etika dan sopan santunnya," tutur Nurdiansyah.
Wartawan adalah empat pilar kekuatan besar selain Legislatif, Eksekutif, dan Yudikatif.
"Wartawan itu pekerjaan terhormat bukan profesi abal-abal. Ibarat kata pepatah 'wartawan itu sedikit tinggi dari tukang sapu sedikit rendah dari presiden'. Ini yang menjadi wartawan mantan supir truk, tukang copet bahkan ada info oknum wartawan nyaris nyolong sawit. Kalau begitu mau gimana lagi mengkritisi para pejabat," ujar Nurdiansyah.(her)