Anak Korban Perundungan: Terabaikan di Tengah Sistem yang Tak Mampu Melindungi

Editor: Dyan Putra author photo
Bagikan:
Komentar

Ilustrasi korban perundungan
PENGAWAL.ID | Seorang anak duduk dengan wajah penuh kesedihan, tubuhnya merintih kesakitan. Ia memeluk dirinya sendiri, perlahan keceriaannya memudar. Ketakutan selalu menghantui, membayangi setiap langkahnya. Apa yang telah memadamkan cahaya tawanya?

Maraknya kasus perundungan yang terjadi di negeri ini menunjukkan adanya dinamika sosial yang tak kunjung berhenti.

Banyak yang menganggap perundungan sebagai hal biasa, seolah ejekan dan kekerasan fisik yang seringkali dianggap candaan merupakan hal yang wajar, bahkan percintaan usia dini yang tidak seharusnya terjadi di usia tersebut. Padahal, perundungan meninggalkan luka batin yang mendalam, merusak potensi, menghancurkan mimpi, dan menyebabkan trauma yang tak mudah sembuh. Tak jarang, perundungan juga menelan korban jiwa. Ketika seorang anak menjadi korban perundungan, siapa sebenarnya yang gagal melindunginya?

Baru-baru ini, terjadi aksi perundungan di Tambora, Jakarta Barat, yang menimpa seorang remaja perempuan. Dalam sebuah video yang diunggah di Instagram @jakbarviral, terlihat para pelaku yang juga perempuan mengelilingi korban. Mereka mengeroyok korban dengan cara menjambak, memukul, dan menendang.

Korban yang saat itu tak berdaya hanya bisa bersandar di tembok, diam, dan menerima perlakuan kejam tersebut. Salah seorang pelaku perempuan, yang mengenakan kaos putih, memperingatkan korban untuk tidak mendekati seorang laki-laki yang diketahui telah memiliki kekasih.

Dengan penuh amarah, pelaku mengangkat kakinya, sementara korban hanya bisa tertunduk lesu, mendengar omelan tanpa daya. Ibu korban pun melaporkan kejadian ini ke Rumah Dinas Gubernur di Bandung.

Kapolsek Tambora, Kompol Kukuh Islami, membenarkan kejadian tersebut dan mengatakan pelaku sudah diamankan, saat dikonfirmasi pada Selasa (15/4/2025).

Penanganan perkara ini selanjutnya diserahkan ke Unit PPA Polres Metro Jakarta Barat, mengingat korban dan pelaku masih di bawah umur, dan korban sudah diserahkan kepada pihak keluarga, dikutip kompas.com, (15/4/2025).

Pendidikan yang tidak didasarkan pada akidah Islam, serta kurangnya penanaman nilai-nilai empati, toleransi, saling menghargai, anti kekerasan, dan anti perundungan, menjadikan kurikulum sekolah yang ada saat ini sangat lemah.

Di sisi lain, pengaruh media sosial dan teknologi juga berperan besar dalam memperburuk keadaan. Konten-konten kekerasan yang mudah diakses dapat menginspirasi perilaku agresif. Ujaran kebencian, komentar negatif, dan konten destruktif yang tersebar dengan mudah di media sosial semakin memperburuk situasi. Bahkan, faktor individu yang merasa balas dendam karena pernah menjadi korban perundungan turut memperparah kondisi ini.

Penegakan aturan yang tidak konsisten, serta sistem yang diterapkan yang tidak sesuai dengan ajaran Islam, menjadi penyebab utama mengapa kasus perundungan terus berulang. Sistem sekuler-liberal, yang memberikan kebebasan moral tanpa batas, sangat bertentangan dengan ajaran Islam.

Kebebasan berekspresi dalam liberalisme, yang tanpa kendali dan batasan, membuat hukum dan aturan tidak ditegakkan dengan efektif. Mekanisme pelaporan yang tidak jelas dan sulit diakses oleh korban juga menjadi faktor yang mengakibatkan ketidakberdayaan korban, serta rasa takut untuk melaporkan kejadian tersebut. Sistem Liberal ini tidak memberikan perlindungan yang memadai, terutama bagi anak-anak yang merupakan penerus bangsa ini.

Berbeda dengan sistem Islam, yang menempatkan negara sebagai pihak yang bertanggung jawab atas keselamatan dan perlindungan warganya. Di dalam sistem Islam, pendidikan mulai dari sekolah dasar hingga menengah atas harus didasarkan pada akidah Islam.

Pendidikan Islam bertujuan untuk membentuk pemikiran dan akhlak yang sehat, sesuai dengan ajaran Islam, sehingga dapat menciptakan generasi yang anti perundungan dan menjunjung tinggi persahabatan. Dalam Islam, martabat dan harga diri manusia sangat dihargai. Setiap bentuk perilaku yang melukai hati orang lain, seperti perundungan, sangat dilarang oleh Islam.

Firman Allah Swt. dalam Surah Al-Hujurat ayat 11, yang artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah satu kelompok mengolok-olok kelompok lain, karena mungkin kelompok yang diejek itu lebih baik dari yang mengolok-olok. Dan jangan pula perempuan-perempuan mengolok-olok perempuan-perempuan lain, karena mungkin perempuan-perempuan yang diejek itu lebih baik dari perempuan-perempuan yang mengolok-olok. Dan janganlah kamu saling mencaci diri sendiri.”

Ayat ini dengan jelas melarang tindakan perundungan, karena bisa jadi orang yang dibuli memiliki martabat yang lebih tinggi daripada yang melakukannya.

Aksi perundungan adalah perbuatan yang keji dan diharamkan dalam Islam. Oleh karena itu, bukan hanya krisis ekonomi yang membutuhkan perhatian serius di negeri ini, tetapi krisis sosial akibat perundungan juga memerlukan penanganan yang serius. Solusinya ada dalam penerapan Sistem Islam, yang dapat melindungi dan memberikan keamanan bagi seluruh aspek kehidupan masyarakat.

Pertanyaannya, sampai kapan perundungan ini akan terus terjadi di negeri ini? 

Umat memiliki pilihan, apakah akan tetap bertahan dengan sistem sekuler-liberal yang ada, atau bangkit menegakkan sistem Islam yang dapat melindungi dan memberikan keamanan bagi seluruh lapisan masyarakat.

Wallahualam bissawab.

Penulis naskah,Oleh: Winda Raya, S.Pd.Gr

(Aktivis Muslimah)

Baca Juga
Bagikan:
Pengawal.id:
Berita Terkini
Komentar

Terkini